Dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 amandemen ke-3 menyebutkan bahwa negara indonesia merupakan negara hukum yang artinya Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya[1]. Dan letak dasar filsuf itulah yang selama ini menjadi brand image negara kita.
Tanpa memandang siapa dan posisi apa, setiap warga negara yang melanggar hukum akan di minta pertanggung jawabannya di muka hukum sesuai dengan berat dan kecil suatu perkaranya dan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun
Prinsip itu harus melekat pada setiap penegak hukum di negara kita (Idealnya). Akan tetapi melihat kasus-kasus hukum yang terjadi di negara kita, sepertinya hukum hanya berlaku bagi orang miskin.
Tentunya kita masih ingat beberapa kasus nenek minah asal banjarnegara yang di bui karena buah kakao yang kisaran kerugiannya tidak seberapa[2]. Contoh kasus yang serupa berasal dari Kabupaten Batang Jawa Tengah, dimana sebanyak empat pemungut kapas di lahan milik PT Sigayung kini mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Rowobelang karena dituduh telah mencuri dua kilogram kapas senilai Rp4 ribu. Mereka adalah Rusnoto (14), Juwono (16), Sri Suratmi (25), dan Manise (39), semuanya warga Dusun Secentong, Desa Kenconorejo, Kecamatan Tulis[3]
Dengan kerugian tidak seberapa mereka harus menikmati hotel prodeo yang tentunya mereka tidak pernah membayangkan. Secara prinsip-prinsip hukum positivistic prosedur itu memang sudah benar. Namun sebagai awam tentang hukum, mestinya kita juga lihat dari prinsip kemanusiaannya.[4]
Prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun sangat berbanding terbalik jika kasus-kasus itu terjadi pada pejabat atau pun orang-orang yang berduit. Sebagai contoh kasus aulia pohan yang jelas-jelas merugikan keuangan Negara dan sudah di vonis 4 tahun penjara [5] mendapatkan remisi pada tanggal 18 agustus 2010 [6]. Dan masih banyak lagi kasus-kasus yang lain yang tidak mungkin bagi penulis untuk mencantumkannya.
Ironi memang di Negara yang berlandaskan hukum, hukum belum ditegakkan secara mutlak dan hanya tebang pilih. A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
1. Supremacy of Law.
2. Equality before the law.
3. Due Process of Law.
Dari paparan di atas jelaslah masih banyak ketimpangan-ketimpangan hukum yang terjadi di indonsia, untuk itu diperlukah sebuah sistem kebijakan masalah hukum tidak hanya sebatas di pahami dalam literatur-literatu hukum yang berlaku tapi juga di jalankan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum. Selai itu dibutuhkan SDM yang memang konsisten dengan apa yang menjadi cita-cita negara hukum sesuai dengan UUD1945. Bukankah indonesia negara hukum.
[2] http://www.detiknews.com/read/2009/11/20/135420/1245643/10/menkum-ham-kasus-nenek-minah-memalukan
[3] http://scbsradiolombok.wordpress.com/2009/11/25/fenomena-pencuri-kakao-dan-kapas/
[5] http://nasional.kompas.com/read/2008/10/29/14213255/Aulia.Pohan.Resmi.Jadi.Tersangka
[6] http://nasional.kompas.com/read/2010/08/20/1455414/Aulia.Pohan.Bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar